Post by ::Yooii~:: on Dec 15, 2005 13:42:09 GMT 8
nyaaa....minna, klo ada yang mau kasih ide buat judul fic ini, yoi akan sangat berterima kasih.....^__^
BELUM ADA JUDUL
Lagi……lagi-lagi kau tidak mempedulikanku. Lagi-lagi kau mengacuhkanku. Lagi-lagi kau mendiamkanku. Tidak memperhatikan aku. Memang jika dilihat dengan mata, kau ada di depanku. Kau ada di sampingku. Kau selalu ada di sekitarku. Tapi... tidak dengan bibirmu... tidak dengan hatimu... aku sudah berusaha untuk menyapamu, bertanya padamu tentang apa saja yang bisa ditanya, berusaha untuk memulai pembicaraan, tapi kenapa kau tetap seperti ini? Kau benar-benar sudah berubah. Tidak seperti kau yang dulu kukenal. Kau yang selalu menyapaku, kau yang selalu memberiku saran, nasihat, dan solusi jika aku sedang dalam masalah, kau yang selalu tertawa jika mendengar leluconku, kau yang selalu tersenyum dan menatapku hangat.
“Gacchan... kumohon...lihat aku...” gumamku. Sepertinya dia tidak menyadarinya. Dia tetap sibuk dengan teman-temannya yang lain. Serius, tertawa, kemudian kembali serius. Aku sangat senang memperhatikan ekspresi wajahnya yang berubah-ubah. Menarik... pikirku. Tapi ia tidak memberikannya kepadaku... itu membuatku sedih--sangat sedih.
Terkadang aku melihatnya menyendiri dari teman-temannya. Aku sering memperhatikannya dari kejauhan. Kesedihan...... itulah yang sering kutangkap ketika menatap matanya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Aku memberanikan diri untuk bertanya, berharap kau mau menceritakan masalahmu. Siapa tahu aku bisa membantu memecahkan masalahmu. Tapi ternyata kau tetap pada dirimu yang sekarang... mengacuhkanku.
“Gacchan.......aku ada di sini! Jangan kau acuhkan aku!! Aku ingin kau melihatku! Memandangku! Berbicara padaku! Kumohon Gackt...........” Aku terdiam memandang lurus ke arahnya.
Aku tahu, aku telah membohongimu. Aku tahu aku telah membuat hatimu terluka. Aku menyesal, Gacchan! Aku sangat menyesal sampai sekarang. Maafkan aku.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Aku melihat Gackt berjalan keluar dari toko bunga di sebrang jalan. Sepertinya ia membawa bunga....anemone. Aku merasa dadaku sakit. Ia mau ke tempat siapa ya? Kenapa ia tidak membawa mobilnya?
Diam-diam aku mengikutinya dari kejauhan. Cih...aku seperti penguntit saja. Tapi aku ingin tahu dia pergi kemana. Menemui siapa. Aku sudah siap jika aku melihat pemandangan yang tidak ingin kulihat. Aku terus membuntutinya dari jauh.
Gackt masuk ke sebuah pekarangan yang sepertinya aku tahu tempat apa itu. TPU... ia ingin pergi ke makam siapa? Siapa yang meninggal? Aku terus mengikutinya. Tidak jauh, aku melihat Gackt menaruh bunganya dan memandangi sebuah makam. Aku memberanikan diriku untuk menghampirinya.
“Gacchan. Sedang apa kau disini?” tanyaku padanya.
“......................” ia tetap terdiam seperti biasanya. Lagi-lagi ia mengacuhkan aku. Aku melihat dalam sorot matanya yang mengandung kesedihan. Seperti menahan tangis, ia tetap memandang makam di depannya dalam-dalam. Aku mengikutinya menatap makam yang ada di depanku. Aku terdiam mematung. Tidak mengedipkan mata. Mulut tidak dapat kugerakkan. Tubuhku lemas seperti tidak ada tulang. Ini tidak mungkin... kenapa di makam itu tertulis nama Hideto Takarai? Itu kan aku!! Tidak.... ini tidak mungkin...
Samar-samar aku mendengar Gackt mengucapkan sesuatu. “Hyde..... Bagaimana kabarmu disana? Aku merindukanmu. Apa kau merindukanku juga?”
Apa-apaan ini? Gackt, aku disini!! Di sampingmu! Lihat aku, Gackt! Pandang aku! Tetapi Gackt tetap memandang lurus ke nisan di depannya.
BELUM ADA JUDUL
Lagi……lagi-lagi kau tidak mempedulikanku. Lagi-lagi kau mengacuhkanku. Lagi-lagi kau mendiamkanku. Tidak memperhatikan aku. Memang jika dilihat dengan mata, kau ada di depanku. Kau ada di sampingku. Kau selalu ada di sekitarku. Tapi... tidak dengan bibirmu... tidak dengan hatimu... aku sudah berusaha untuk menyapamu, bertanya padamu tentang apa saja yang bisa ditanya, berusaha untuk memulai pembicaraan, tapi kenapa kau tetap seperti ini? Kau benar-benar sudah berubah. Tidak seperti kau yang dulu kukenal. Kau yang selalu menyapaku, kau yang selalu memberiku saran, nasihat, dan solusi jika aku sedang dalam masalah, kau yang selalu tertawa jika mendengar leluconku, kau yang selalu tersenyum dan menatapku hangat.
“Gacchan... kumohon...lihat aku...” gumamku. Sepertinya dia tidak menyadarinya. Dia tetap sibuk dengan teman-temannya yang lain. Serius, tertawa, kemudian kembali serius. Aku sangat senang memperhatikan ekspresi wajahnya yang berubah-ubah. Menarik... pikirku. Tapi ia tidak memberikannya kepadaku... itu membuatku sedih--sangat sedih.
Terkadang aku melihatnya menyendiri dari teman-temannya. Aku sering memperhatikannya dari kejauhan. Kesedihan...... itulah yang sering kutangkap ketika menatap matanya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Aku memberanikan diri untuk bertanya, berharap kau mau menceritakan masalahmu. Siapa tahu aku bisa membantu memecahkan masalahmu. Tapi ternyata kau tetap pada dirimu yang sekarang... mengacuhkanku.
“Gacchan.......aku ada di sini! Jangan kau acuhkan aku!! Aku ingin kau melihatku! Memandangku! Berbicara padaku! Kumohon Gackt...........” Aku terdiam memandang lurus ke arahnya.
Aku tahu, aku telah membohongimu. Aku tahu aku telah membuat hatimu terluka. Aku menyesal, Gacchan! Aku sangat menyesal sampai sekarang. Maafkan aku.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Aku melihat Gackt berjalan keluar dari toko bunga di sebrang jalan. Sepertinya ia membawa bunga....anemone. Aku merasa dadaku sakit. Ia mau ke tempat siapa ya? Kenapa ia tidak membawa mobilnya?
Diam-diam aku mengikutinya dari kejauhan. Cih...aku seperti penguntit saja. Tapi aku ingin tahu dia pergi kemana. Menemui siapa. Aku sudah siap jika aku melihat pemandangan yang tidak ingin kulihat. Aku terus membuntutinya dari jauh.
Gackt masuk ke sebuah pekarangan yang sepertinya aku tahu tempat apa itu. TPU... ia ingin pergi ke makam siapa? Siapa yang meninggal? Aku terus mengikutinya. Tidak jauh, aku melihat Gackt menaruh bunganya dan memandangi sebuah makam. Aku memberanikan diriku untuk menghampirinya.
“Gacchan. Sedang apa kau disini?” tanyaku padanya.
“......................” ia tetap terdiam seperti biasanya. Lagi-lagi ia mengacuhkan aku. Aku melihat dalam sorot matanya yang mengandung kesedihan. Seperti menahan tangis, ia tetap memandang makam di depannya dalam-dalam. Aku mengikutinya menatap makam yang ada di depanku. Aku terdiam mematung. Tidak mengedipkan mata. Mulut tidak dapat kugerakkan. Tubuhku lemas seperti tidak ada tulang. Ini tidak mungkin... kenapa di makam itu tertulis nama Hideto Takarai? Itu kan aku!! Tidak.... ini tidak mungkin...
Samar-samar aku mendengar Gackt mengucapkan sesuatu. “Hyde..... Bagaimana kabarmu disana? Aku merindukanmu. Apa kau merindukanku juga?”
Apa-apaan ini? Gackt, aku disini!! Di sampingmu! Lihat aku, Gackt! Pandang aku! Tetapi Gackt tetap memandang lurus ke nisan di depannya.